Kamis, 09 Februari 2012

tugas pkn *copas

MAKALAH PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP EKSISTENSI KEBUDAYAAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Globalisasi sering diperbincangkan oleh banyak orang, mulai dari para pakar ekonomi, sampai penjual iklan. Dalam kata globalisasi tersebut mengandung suatu pengetian akan hilangnya satu situasi dimana berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara diseluruh dunia dapat bergerak bebas dan terbuka dalam perdagangan. Dan dengan terbukanya satu negara terhadap negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan lain-lain. Konsep akan globalisasi menurut Robertson (1992), mengacu pada penyempitan dunia secara insentif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi tersebut. Di sini penyempitan dunia dapat dipahami dalam konteks institusi modernitas dan intensifikasi kesadaran dunia dapat dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara budaya. Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya. Pengertian lain dari globalisasi seperti yang dikatakan oleh Barker (2004) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita. Produksi global atas produk lokal dan lokalisasi produk global Globalisasi adalah proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain.(A.G. Mc.Grew, 1992). Proses perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Contoh sederhana dengan teknologi internet, parabola dan TV, orang di belahan bumi manapun akan dapat mengakses berita dari belahan dunia yang lain secara cepat. Hal ini akan terjadi interaksi antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling mempengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti kebudayaan gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain. Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya berpakaian, gaya rambut dan sebagainya
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan,misalnya : - hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara - terjadinya erosi nilai-nilai budaya, - menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme - hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong - kehilangan kepercayaan diri - gaya hidup kebarat-baratan
C. RUMUSAN MASALAH
Adanya globalisasi menimbulkan berbagai masalah terhadap eksistensi kebudayaan daerah, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai budaya, terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya massa.
D. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu : 1. Mengetahui pengaruh globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan daerah 2. Untuk meningkatkan kesadaran remaja untuk menjunjung tinggi kebudayaan bangsa sendiri karena kebudayaan merupakan jati diri bangsa
BAB II KERANGKA TEORITIK DAN RUMUSAN HIPOTESIS
A. BATASAN ISTILAH
Dalam pembuatan makalah ini menggunakan istilah-istilah yang sudah dimengerti oleh masyarakat banyak, adapun tujuan dari penggunaan istilah-istilah tersebut yaitu untuk memudahkan pembaca dalam membaca makalah ini.
B. SUDUT PANDANG PENDEKATAN
Sudut pandang yang kami gunakan dalam pembuatan mekalah ini yaitu sudut pandang secara sosiologis dan psikologis yaitu pengaruh globalisasi pada masyarakat umum dan sikap para pemuda dalam menyikapi pengaruh budaya asing.
C. KERANGKA BERPIKIR
Dalam pembuatan makalah ini kami menggunakan pola paragraf dari umum ke khusus, dengan alasan agar pembaca merasa bingung dalam membaca karena dalam membaca dimulai dari hal-hal yang ringan dulu baru meningkat ke hal-hal yang lebih kompleks.
D. RUMUSAN HIPOTESIS
Adanya globalisasi yang memiliki dampak positif maupun negative, maka perlu adanya tindak lanjut dalam menyikapi globalisasi tersebut. Adapun tindakan-tindakan yang dapat dilakukan yaitu : 1. Menambah porsi pengetahuan tentang kebudayaan bangsa di sekolah-sekolah baik mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi 2. Menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative. 3. Mengadakan berbagai pertunjukan kubudayaan 4. Membatasi acara-acara yang dapat memunculkan rasa cinta terhadap budaya asing.
BAB III PEMBAHASAN
A. GLOBALISASI DAN BUDAYA
Gaung globalisasi, yang sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan (Koentjaraningrat), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi. Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara maju. Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Tetapi, menurut Simon Kimoni, dalam proses ini, negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing. Dalam rangka ini, berbagai bangsa haruslah mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka. Terkait dengan seni dan budaya, Seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya ini meyakini bahwa budaya asing yang berkuasa di berbagai bangsa, yang dahulu dipaksakan melalui imperialisme, kini dilakukan dalam bentuk yang lebih luas dengan nama globalisasi.
B. GLOBALISASI DALAM KEBUDAYAAN TRADISIONAL DI INDONESIA
Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka waktu satu generasi banyak negara-negara berkembang telah berusaha melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan demikian berlangsung selama beberapa generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar. Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait dengan masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di dalamnya masih tetap berarti.. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat.
C. PERUBAHAN BUDAYA DALAM GLOBALISASI ; KESENIAN YANG BERTAHAN DAN YANG TERSISIHKAN
Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salh satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga. Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat di Gedung Wayang Orang Bharata Jakarta kini tampak sepi seolah-olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh lainnya adalah kesenian Ludruk yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya di Jawa Timur sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Wayang orang dan ludruk merupakan contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi. Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja kesenian tradisional “Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok Srimulat. Kenyataan di atas menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki penggemar tersendiri, terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk siaran televisi, bukan ketoprak panggung. Dari segi bentuk pementasan atau penyajian, ketoprak termasuk kesenian tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Beberapa dalang wayang kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom Suroto tetap diminati masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun pertunjukan secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak beberapa tahun lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai bukti akan besarnya minat masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan nasional kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap mempertahankan eksistensi dari kesenian tradisonal seperti wayang kulit dengan mengadakan pagelaran wayang kulit tiap beberapa bulan sekali dan pagelaran musik gamelan tiap satu minggu atau satu bulan sekali yang diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.
D. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP BUDAYA BANGSA
Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia . Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya, duapuluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari tor-tor dan tagading (alat musik batak). Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual kehidupan, remaja di sana selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII). Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya. Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No problem dan Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang sering kita dengar di film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan dan sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion . Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah mengikuti perkembangan jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri di kota-kota besar memakai pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya perpakaian minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah luar negeri yang ditransformasikan kedalam sinetron-sinetron Indonesia . Derasnya arus informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya internet, turut serta `menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah menjadi trend dilingkungan anak muda. Salah satu keberhasilan penyebaran kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang berkembang di Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya budaya barat (dalam kemasan ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur (termasuk Indonesia ) sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan nilai-nilai ketimuran.
E. TINDAKAN YANG MENDORONG TIMBULNYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN DAN CARA MENGANTISIPASI ADANYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN
Peran kebijaksanaan pemerintah yang lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan ekonomi daripada cultural atau budaya dapat dikatakan merugikan suatu perkembangan kebudayaan. Jennifer Lindsay (1995) dalam bukunya yang berjudul ‘Cultural Policy And The Performing Arts In South-East Asia’, mengungkapkan kebijakan kultural di Asia Tenggara saat ini secara efektif mengubah dan merusak seni-seni pertunjukan tradisional, baik melalui campur tangan, penanganan yang berlebihan, kebijakan-kebijakan tanpa arah, dan tidak ada perhatian yang diberikan pemerintah kepada kebijakan kultural atau konteks kultural. Dalam pengamatan yang lebih sempit dapat kita melihat tingkah laku aparat pemerintah dalam menangani perkembangan kesenian rakyat, di mana banyaknya campur tangan dalam menentukan objek dan berusaha merubah agar sesuai dengan tuntutan pembangunan. Dalam kondisi seperti ini arti dari kesenian rakyat itu sendiri menjadi hambar dan tidak ada rasa seninya lagi. Melihat kecenderungan tersebut, aparat pemerintah telah menjadikan para seniman dipandang sebagai objek pembangunan dan diminta untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan simbol-simbol pembangunan. Hal ini tentu saja mengabaikan masalah pemeliharaan dan pengembangan kesenian secara murni, dalam arti benar-benar didukung oleh nilai seni yang mendalam dan bukan sekedar hanya dijadikan model saja dalam pembangunan. Dengan demikian, kesenian rakyat semakin lama tidak dapat mempunyai ruang yang cukup memadai untuk perkembangan secara alami atau natural, karena itu, secara tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi sangat tergantung oleh model-model pembangunan yang cenderung lebih modern dan rasional. Sebagai contoh dari permasalahan ini dapat kita lihat, misalnya kesenian asli daerah Betawi yaitu, tari cokek, tari lenong, dan sebagainya sudah diatur dan disesuaikan oleh aparat pemerintah untuk memenuhi tuntutan dan tujuan kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Aparat pemerintah di sini turut mengatur secara normatif, sehingga kesenian Betawi tersebut tidak lagi terlihat keasliannya dan cenderung dapat membosankan. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak dikehendaki terhadap keaslian dan perkembangan yang murni bagi kesenian rakyat tersebut, maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi pemerintah sebagai pelindung dan pengayom kesenian-kesenian tradisional tanpa harus turut campur dalam proses estetikanya. Memang diakui bahwa kesenian rakyat saat ini membutuhkan dana dan bantuan pemerintah sehingga sulit untuk menghindari keterlibatan pemerintah dan bagi para seniman rakyat ini merupakan sesuatu yang sulit pula membuat keputusan sendiri untuk sesuai dengan keaslian (oroginalitas) yang diinginkan para seniman rakyat tersebut. Oleh karena itu pemerintah harus ‘melakoni’ dengan benar-benar peranannya sebagai pengayom yang melindungi keaslian dan perkembangan secara estetis kesenian rakyat tersebut tanpa harus merubah dan menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan politik. Globalisasi informasi dan budaya yang terjadi menjelang millenium baru seperti saat ini adalah sesuatu yang tak dapat dielakkan. Kita harus beradaptasi dengannya karena banyak manfaat yang bisa diperoleh. Harus diakui bahwa teknologi komunikasi sebagai salah produk dari modernisasi bermanfaat besar bagi terciptanya dialog dan demokratisasi budaya secara masal dan merata. Globalisasi mempunyai dampak yang besar terhadap budaya. Kontak budaya melalui media massa menyadarkan dan memberikan informasi tentang keberadaan nilai-nilai budaya lain yang berbeda dari yang dimiliki dan dikenal selama ini. Kontak budaya ini memberikan masukan yang penting bagi perubahan-perubahan dan pengembangan-pengembangan nilai-nilai dan persepsi dikalangan masyarakat yang terlibat dalam proses ini. Kesenian bangsa Indonesia yang memiliki kekuatan etnis dari berbagai macam daerah juga tidak dapat lepas dari pengaruh kontak budaya ini. Sehingga untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan-perubahan diperlukan pengembangan-pengembangan yang bersifat global namun tetap bercirikan kekuatan lokal atau etnis. Globalisasi budaya yang begitu pesat harus diantisipasi dengan memperkuat identitas kebudayaan nasional. Berbagai kesenian tradisional yang sesungguhnya menjadi aset kekayaan kebudayaan nasional jangan sampai hanya menjadi alat atau slogan para pemegang kebijaksanaan, khususnya pemerintah, dalam rangka keperluan turisme, politik dsb. Selama ini pembinaan dan pengembangan kesenian tradisional yang dilakukan lembaga pemerintah masih sebatas pada unsur formalitas belaka, tanpa menyentuh esensi kehidupan kesenian yang bersangkutan. Akibatnya, kesenian tradisional tersebut bukannya berkembang dan lestari, namun justru semakin dijauhi masyarakat. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi oleh kesenian rakyat cukup berat. Karena pada era teknologi dan komunikasi yang sangat canggih dan modern ini masyarakat dihadapkan kepada banyaknya alternatif sebagai pilihan, baik dalam menentukan kualitas maupun selera. Hal ini sangat memungkinkan keberadaan dan eksistensi kesenian rakyat dapat dipandang dengan sebelah mata oleh masyarakat, jika dibandingkan dengan kesenian modern yang merupakan imbas dari budaya pop. Untuk menghadapi hal-hal tersebut di atas ada beberapa alternatif untuk mengatasinya, yaitu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM ) bagi para seniman rakyat. Selain itu, mengembalikan peran aparat pemerintah sebagai pengayom dan pelindung, dan bukan sebaliknya justru menghancurkannya demi kekuasaan dan pembangunan yang berorientasi pada dana-dana proyek atau dana-dana untuk pembangunan dalam bidang ekonomi saja
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengaruh globalisasi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang negatif bagi kebudayaan bangsa Indonesia . Norma-norma yang terkandung dalam kebudayaan bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai pudar. Gencarnya serbuan teknologi disertai nilai-nilai interinsik yang diberlakukan di dalamnya, telah menimbulkan isu mengenai globalisasi dan pada akhirnya menimbulkan nilai baru tentang kesatuan dunia. Radhakrishnan dalam bukunya Eastern Religion and Western Though (1924) menyatakan “untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, kesadaran akan kesatuan dunia telah menghentakkan kita, entah suka atau tidak, Timur dan Barat telah menyatu dan tidak pernah lagi terpisah�. Artinya adalah bahwa antara barat dan timur tidak ada lagi perbedaan. Atau dengan kata lain kebudayaan kita dilebur dengan kebudayaan asing. Apabila timur dan barat bersatu, masihkah ada ciri khas kebudayaan kita? Ataukah kita larut dalam budaya bangsa lain tanpa meninggalkan sedikitpun sistem nilai kita? Oleh karena itu perlu dipertahanan aspek sosial budaya Indonesia sebagai identitas bangsa. Caranya adalah dengan penyaringan budaya yang masuk ke Indonesia dan pelestarian budaya bangsa. Bagi masyarakat yang mencoba mengembangkan seni tradisional menjadi bagian dari kehidupan modern, tentu akan terus berupaya memodifikasi bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa lalu untuk dijadikan komoditi yang dapat dikonsumsi masyarakat modern. Karena sebenarnya seni itu indah dan mahal. Kesenian adalah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya dan tidak dimiliki bangsa-bangsa asing. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda, yang merupakan pewaris budaya bangsa, hendaknya memelihara seni budaya kita demi masa depan anak cucu.
B. SARAN – SARAN
Dari hasil pembahasan diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya pergeseran kebudayaan yaitu : 1. Pemerintah perlu mengkaji ulang perturan-peraturan yang dapat menyebabkan pergeseran budaya bangsa 2. Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing khususnya dan budaya bangsa pada umumnya 3. Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya 4. Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative. 5. Masyarakat harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang merupakan jati diri bangsa kita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kuntowijoyo, Budaya Elite dan Budaya Massa dalam Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Mizan 1997. 2. Sapardi Djoko Damono, Kebudayaan Massa dalam Kebudayaan Indonesia: Sebuah Catatan Kecil dalam Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Mizan 1997. 3. Fuad Hassan. “Pokok-pokok Bahasan Mengenai Budaya Nusantara Indonesia”. Dalam http://kongres.budpar.go.id/news/article/Pokok_pokok_bahasan.htm, didownload 7/15/04. 4. Koenjaraningrat. 1990. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. 5. Adeney, Bernard T. 1995. Etika Sosial Lintas Budaya. Yogyakarta: Kanisius. Al-Hadar Smith, “Syariah dan Tradisi Syi’ah Ternate”, dalam http://alhuda.or.id/rub_budaya.htm , didown load 7/15/04. 6. http://www.google=pengaruh globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan daerah.com/

Rabu, 23 November 2011

Sejarah Awal Islam Sulawesi



Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar.
Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia merasa kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate.
Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu terkenal karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar datuk-datuk adalah para ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke Makassar.
Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.

Senin, 17 Oktober 2011

konspirasi yahudi, #copas

by Asan Ramli on Wednesday, 03 November 2010 at 02:12

**SEBELUM TU SAYA MOHON MAAF JIKA INI BERLAKU KEPADA PEMINAT SIRI INI DAN JANGAN CEPAT MELATAH..ISU INI BELUM LAGI DIKETENGAHKAN LAGI  TAPI INSYALLAH SEMUA INI ADALAH QADA DAN QADAR ALLAH YANG MENENTUKAN DANBUKAN KEBETULAN ATAU TAK DISENGAJAKAN...***

***AKU DAPAT PON SECARA TAK SENGAJA DARI WEB KONSPIRASI YAHUDI***

Sebutlah Uffin bukan Upin, Upin dalam bahasa Aramaic bermaksud "Aku benci Rasul."


Sebutlah Ariffin bukan Ipin, Ipin dalam bahasa Syriac bermaksud " Aku suka Israel ."

Ini diburukkan lagi oleh penggunaan huruf "U" pada baju Upin dan "I" pada baju Ipin."U" bermaksud " USA ""I" bermaksud " Israel "

Terbuktilah bahawa Upin & Ipin juga merupakan agenda tersembunyi Yahudi dalam melemahkan akidah umat Islam. Mereka menggunakan Upin & Ipin sebagai jarum halus terbaru setelah mereka gagal dalam misi Pokemon, Doraemon,Digimon dan Mamula Moon.

LAGI SATU :

Baru-baru ini Syarikat Apple telah melancarkan iPhone 4g. Diharap ikhwah danakhawat semua dapat sama2 memboikot iPhone 4g kerana ia sebenarnya adalahagenda yahudi. ' i ' pada perkataan iPhone sebenarnya merujuk kepada ' Israel ' .4g pula bermaksud "god, gold, glory and girl". kalu kamu benar2 cintakanAllah dan rasul, sila sebarkan kepada semua umat Islam kalau tidak solatkamu tidak sah selama 40 hari 40 malam.

ANDA MENILAIKAN ADAKAH BETUL ATAU TIDAK..

***JADI KEPADA SESIAPA YANG BOLEH BONGKAR LAGI SILAKAN,KITA KONGSI KAN BERSAMA***

Jumat, 02 September 2011

Perbedaan Hadist Qudsi Dengan Al-Quran

Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Hadits Qudsi bisa dibedakan dengan ayat al-Quran dengan :
1. Al-Quran Al-Kariem itu jelas dan pasti serta terdaftar dengan cermat di kepala para shahabat bahkan sebagian besar mereka telah menghafalnya. Setiap ramadhan, Rasulullah SAW selalu dites oleh Jibril as. Atas hafalan beliau itu. Para shahabat pun selalu menghafal luar kepala ayat-ayat Al-Quran bahkan mereka tahu persis kapan dan mengapa ayat-ayat itu turun. Sehingga menjadi satu cabang displin ilmu tersendiri yaitu ?asbabun-nuzul?.
Cukup mendengar ujung kalimat atau lafaz, maka para shahabat Rasulullah SAW bisa dengan mudah memastikan bahwa itu termasuk ayat Al-Quran atau bukan. Bahkan hal itu tetap bisa dilakukan hingga hari ini oleh umat Islam yang mengenal Al-Quran.
2. Tata bahasa dan keindahan ayat Al-Quran itu sangat spesifik dan tidak bisa ditiru. Seorang arab dengan mudah bisa membedakannya apakah itu keluar dari mulut penyair atau itu memang wahyu yang turun. Bahkan meski ucapan itu keluar dari mulut Rasulullah SAW sekalipun tapi karena redkasinya hanya berasal dari diri beliau sendiri, maka bisa dengan mudah dibedakan dengan ayat Al-Quran Al-Kariem.
Dan untuk membedakannya, tidak perlu harus seorang muslim atau shahabat, bahkan orang-orang arab jahiliyah yang memusuhi Rasulullah SAW pun bisa dengan mudah membedakannya.
Karena itu maka kita bisa membaca dalam sirah nabawiyah adanya pemuka kafir quraisy yang sering tanpa sadar asyik mendengarkan ayat-ayat Al-Quran sehingga mereka malu untuk mengakuinya. Dalam telinga orang-prang arab itu, nyata benar perbedaan wahyu Allah (AL-Quran) itu dengan perkataan manusia.
Oleh karena itu, Al-Quran sendiri menantang siapapun untuk bisa menandingi bahasa dan keindahannya itu, walau hanya dengan sepuluh surat, satu surat bahkan hanya satu ayat saja. Namun hingga hari ini sejak 1400 tahun yang lalu, tak satupun yang bisa menjawab tantangan itu.
3. Memalsu hadits nabawi adalah hal yang bisa dikerjakan oleh para zindiq dan munafiqin. Meski demikian para ulama mamppu menciptakan sistematika dan metodolgi untuk menyaring hadits itu dari kepalsuan dan kelemahan periwayatan. Tapi khusus Al-Quran, maka memalsukannya bukan perkara yang mudah. Karena ayat-ayat Al-Quran itu telah diriwayatkan secara mutawatir oleh sejumlah perawi yang sangat banyak jumlahnya di segala peringkatnya (thabaqat) di tempat yang berjauhan dimana secara logika mustahil mereka sepakat untuk berbohong. Semua ayat Al-quran itu diriwayatkan secara mutawatir, sedangkan hadits nabawi atau Qudsi itu bisa saja diriwayatkan secara ahad.
Wallahu A`lam Bish-Showab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Ucapan Selamat dan Menghadiri Perayaan Agama Lain

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb
Dan orang-orang yang tidak menghadiri Az-Zuur, dan apabila mereka bertemu dengan yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui dengan menjaga kehormatan dirinya.(QS. Al-Furqan : 72).
Oleh sebagian ahli tafsir, Ketika ditanya makna Az-Zuur, jawabannya adalah perayaan atau ibadah orang-orang musyrik. Natal adalah ibadah ritual dan merupakan shalat-nya pemeluk nasrani.
Rasulullah, sahabat, dan ulama salafus shalih tidak pernah memberikan contoh pernah menghadiri atau mengucapkan selamat kepada umat agama lain.
Sehingga kita diharamkan menghadiri ibadah itu termasuk dilarang mengucapkan selamat atas ibadah yang mereka lakukan.
Dalam syariat Islam menghormati pemeluk agama lain serta memberikan mereka kebebasan untuk menjalankan agamanya.
Toleransi di sini dengan memberi kebebasan umat agama lain menjalankan ibadahnya tapi tidak boleh menghadiri dan mengucapkan selamat karena menyangkut akidah (keyakinan).
Wallahu Alam Bishshawab
Waassalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Tafsir

26/01/10 21:49
Tafsir Hadits Versi Orientalis
Ditulis oleh Adin
Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan tafsir versi orientalis :
Studi Para Orientalis
Para orientalis barat itu meski ada satu dua yang niatnya baik dan jujur, namun umumnya adalah orang-orang yang punya niat tidak baik terhadap ajaran Islam. Kalau pun niatnya baik, tapi karena mereka tidak mengenal ajaran Islam dengan benar sesuai dengan manhaj Rasulullah SAW, maka baik metode maupun kesimpulan akhirnya selalu melenceng jauh dari objektifitas.
Dan yang lebih parah lagi, umumnya para orientalis itu tidak menguasai bahasa arab, tapi sering terdengar mereka melakukan kritik atas kitab-kitab bahasa arab. Ini jelas dari awal tidak logis dan sama sekali jauh dari kesan ilmiyah. Kalau pun ada satu dua yang mengerti bahasa arab itu, maka kemampuannya sangat menyedihkan. Sehingga pada dasarnya mereka tidak pernah mengerti dan tahu apa yang sedang mereka baca. Tapi dengan gigih selalu melontarkan kritik disana sini.
Dan yang palng parah, mereka pun tidak pernah bisa mandiri dalam pendapatnya. Bukti-bukti ilmiyah bercerita kepada kita bahwa para orientalis itu memiliki struktur dan level senioritas. Umumnya yang menjadi senior itu adalah yang paling memusuhi Islam, semacam Goldziher, H.A.R Gib, Greetz dan sejenisnya. Bila ada di barisan yuniornya yang menulis tentang Islam tapi agak condong untuk membela Islam, maka para seniornya akan memusuhi dan mencaci makinya serta akan mengatakan bahwa tulisan itu terlalu terbawa perasaan dan sentimentil.
Apalagi orientalis yang sampai masuk Islam semacam Maurice Buccile, maka pastilah akan dipojokkan oleh para seniornya. Karena itu jangan dikira kalau orientalis itu pasti objektif dan ilmiyah. Kebanyakan dari mereka justru sekedar bikin sensasi dan aktualisasi diri. Sehingga buat kita para orang Islam ini, sudahlah . . . jangan terlalu banyak berharap dengan apa yang mereka lakukan. Kalaupun mereka benar dan masuk Islam semua pun, Islam tidak akan menjadi lebih tinggi Izzahnya, karena yang meninggikan izzah Islam itu hanya Allah semata.
Wallahu A`lam Bish-Showab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Adab Membaca Al Qur’an

Bagaimana membaca Al-Quran? Tinjauannya sama saja, meski membaca AL-Quran, tetapi bila cara menyampaikannya dengan gaya dan pendekatan yang bisa menimbulkan fitnah, maka sebaiknya dihindari. Tapi bila secara umum tidak menimbulkan kekhawatiran hal seperti itu, pada dasarnya suara wanita bukanlah aurat.
Sedangkan membaca AL-Quran sambil tiduran termasuk kurang beradab kepada Al-Quran. Padahal Al-Quran adalah kalam Allah. Membaca Al-Quran berati kita sedang berhadapan dengan Allah dan mendengarkan firman-Nya. Bila ayat-ayat yang suci itu dibaca sambil tiduran maka tentu saja kurang tidak beradab di depan Al-Quran dan Allah SWT.
Wallahu a‘lam bis-shawab.